A. Pengertian Ekologi,
Prinsip-prinsip Ekologi, dan Etika Lingkungan
Istilah
ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Enerst Haeckel, seorang ahli biologi
bangsa Jerman. Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos yang berarti
rumah dan logos yang berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi berarti ilmu
tentang rumah (tempat tinggal) makhluk hidup.
Secara
luas ekologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungan. Sehingga inti dari permasalahan ekologi
adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidup.
Prinsip-prinsip
ekologi merupakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ekologi. Dan
prinsip-prinsip inilah yang akan menjadi pokok dalam menanggulangi
masalah lingkungan hidup.
Etika
diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang biasanya di wariskan dari satu
generasi ke generasi lain. Etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan
tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik. Isi dari etika itu sendiri
bisa merupakan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia.
Secara luas, etika dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak sebagai orang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi, dan arah
bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia. Etika lingkungan merupakan
kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.
Mengacu
pada pemahaman tersebut maka etika lingkungan hidup pada hakekatnya
membicarakan mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia
dalam berhubungan dengan alam, serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai
perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.
B.
Prinsip-Prinsip yang Terkandung dalam Ekologi
Pembahasan
selanjutnya adalah prinsip-prinsip ekologi, dari beberapa sumber yang telah
kami baca prinsip ekologi ada 14, antara lain:
1. Semua energi yang memasuki sebuah
organisme (jasad hidup), populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi
yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk
yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan.
2. Tak ada sistem pengubahan energi
yang betul-betul cermat.
3. Materi, Energi, Ruang, Waktu, dan
Keaneka-ragaman adalah kategori sumber alam.
4. Untuk semua kategori sumber alam,
kalau pengadaan sumber itu sudah cukup tinggi, pengaruh unit kenaikannya sering
menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum.
Melampaui batas maksimum ini, takkan ada pengaruh yang menguntungkan lagi.
Untuk semua kategori sumber alam (Kecuali Keaneka-ragaman dan Waktu) kenaikan
pengadaan sumber alam yang melampaui batas maksimum, bahkan akan mempunyai
pengaruh yang merusak karena kesan peracunan. Ini adalah prinsip penjenuhan.
Untuk banyak fenomena sering berlaku kemungkinan penghancuran yang disebabkan
oleh pengadaan sumber alam yang sudah mendekati batas maksimum.
5. Ada dua jenis sumber alam
dasar, yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan
seterusnya dan ada pula sumber alam yang tidak mempunyai daya rangsang
penggunaan lebih lanjut.
6. Individu dan spesies yang
mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya, cenderung berhasil
mengalahkan saingannya itu.
7. Kemantapan keanekaragaman
suatu komunitas lebih tinggi di alam lingkungan yang mudah diramal.
8. Bahwa sebuah habitat (Lingkungan
hidup) itu dapat jenuh atau tidak oleh keanekaragaman takson. Hal itu
bergantung pada bagaimana niche dalam lingkungan hidup itu dapat memisahkan
takson tersebut.
9. Keaneka-ragaman komunitas
apa saja sebanding dengan biomasa dibagi produktivitasnya.
10. Perbandingan (rasio) antara
biomasa dengan produktivitas (B/P) naik dalam perjalanan waktu pada lingkungan
yang stabil hingga mencapai sebuah asimtot.
11. Sistem yang sudah mantap (dewasa)
mengeksploitasi sistem yang belum mantap (belum dewasa).
12.Kesempurnaan adaptasi suatu sifat
atau tabiat bergantung kepada kepentingan relatifnya dalam keadaan suatu
lingkungan.
13. Lingkungan yang secara fisik
stabil memungkinkan berlakunya penimbunan keanekaragaman biologi dalam
ekosistem yang mantap (dewasa), yang kemudian dapat menggalakkan kestabilan
kepada populasi.
14. Derajat pola keteraturan
naik turun populasi bergantung kepada jumlah keturunan dalam sejarah populasi
sebelumnya yang nanti akan mempengaruhi populasi itu.
Pembahasan:
Prinsip
pertama ini sama dengan hukum termodinamika I dan sering pula disebut sebagai
hukum Konservasi Energi. Pada dasarnya energi tidak dapat diciptakan atau
dihancurkan, namun energi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi
yang lainnya. Hal ini terjadi dalam suatu sisitem kehidupan. Oleh karena itu,
sistem kehidupan dianggap sebagai pengubah energi. Sehingga dalam sistem
kehidupan tersebut akan dijumpai berbagai strategi untuk mentransformasikan energi.
Tiap organisme, populasi atau ekosistem memiliki energi yang tersimpan atau
terlepas.
Contoh
: Energi yang diperoleh seekor binatang, misalnya kerbau yang berasal dari
rumput akan diubah menjadi energi gerak/mekanik yang dihasilkan melalui proses
pencernaan makanan. Sebagian energi itu akan dirubah juga menjadi energi panas
atau kalor.
Prinsip
yang ke-2 merupakan hukum termodinamika II. Artinya, meskipun energi itu tidak
dapat dimusnahkan, tetapi energi itu akan terus mengalami perubahan
(diubah-ubah) ke dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Hal ini menyebabkan
terjadinya kecendurang alamiah bahwa hampir semua bentuk energi mengalami
degradasi kedalam bentuk panas tanpa balik, dari pemuaian beradiasi keangkasa
lepas.
Contoh
: Energi yang diambil oleh seekor hewan yang dimanfaatkan untuk memenuhi
keperluan hidupnya berupa makanan yag padat dan bemanfaat. Tetapi energi yang
dihasilkan dari makanan tersebut berupa panas yang disebabkan karena aktitas
seperti berlari, terbang atau berenang adalah terbuang percuma.
Prinsip
yang ke-3, ruang merupakan sesuatu yang dapat menjadi pemisah antara jasad
hidup (organsime) dari bahan makanan yang dibutuhkannya. Jauh dekatnya ruang
yang memisahkan organsime dari bahan makanannya akan sangat menentukan
perkembangan populasi organsime tersebut. Pengaruh ruang secara asas adalah
beranalogi dengan materi dan energi sebagai sumber alam. Waktu merupakan sumber
alam yang sangat berharga dan bukan merupakan besaran yang berdiri sendiri.
Contoh
: Waktu berkaitan dengan sejauh mana suatu organisme dapat bertahan hidup.
Misalnya, seekor pemangsa katakanlah singa harus menahan lapar yang cukup lama
dalam melakukan pengintaian terhadap mangsanya sebelum benar-benar yakin dapat
menerkam mangsanya itu. Karena apabila sudah melewati batas waktu maksimum
kemampuan menahan lapar, kemudian tidak berhasil menangkap mangsa, maka singa
itu akan mati.
Prinsip
ke-4, pengadaan sumber alam itu mempunyai batas optimum, artinya bahwa bukan
saja batas maksimum, tetapi juga batas minimum pengadaan sumber alam itu akan
mengurangi daya kegiatan suatu sistem. Konsekuensinya, karena adanya ukuran
optimum pengadaan sumber alam suatu populasi, maka naik turunnya individu
populasi bergantung pula pada pengadaan sumber alam itu pada suatu jumlah
tertentu. Maka, di dalam suatu keadaan lingkungan yang sudah stabil, populasi
tumbuhan/hewannya cenderung naik turun daripada terus naik atau terus turun.
Akan terjadi pengintensifan perjuangan untuk hidup, bila persediaan sumber alam
berkurang, sebaliknya akan terjadi ketenangan bila sumber alam bertambah.
Akibatnya, kepadatan populasi yang berlebih akan membawa penurunan jumlah
populasi dan sebaliknya. Fenomena inilah yang kemudian dikenal dengan
pengaturan populasi karena faktor yang bergantung kepada kepadatan itu (density
dependent faktor).
Contoh
: Seekor harimau akan berjuang lebih keras dalam melakukan perburuan terhadap
binatang yang menjadi mangsa, ketika populasi binatang yang jadi mangsa
itu berkurang.
Prinsip
ke-6 merupakan pernyataan teori Darwin dan Wallace. Bila terjadi perbedaan
sifat keturunan dalam tingkat adaptasi terhadap faktor lingkungan fisik dan
biologi, kemudian timbul kenaikan dalam kepadatan populasi sehingga timbul
persaingan, maka organisme yang kurang mampu beradaptasi akan kalah dalam persaingan
tersebut. Oleh karena itu, organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi
terhadap keadaan lingkungannya (adaptif) akan mampu pula menghasilkan keturunan
daripada organisme non adaptif. Namun, meskipun demikan, bila kondisi
lingkungan berubah, beberapa spesies lain mungkin akan lebih adaptif daripada
spesies yang lainnya.
Contoh
: Kepunahan yang terjadi pada hewan-hewan purba yang disebabkan karena faktor
perubahan lingkungan yang sangat drastis, namun ada beberapa organisme yang
dapat bertahan karena memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubuhan
yang terjadi itu.
Prinsip
ke-7, alam lingkungan yang mudah diramal artinya adanya keteraturan yang pasti
pada pola faktor lingkungan dalam suatu periode yang realtif lama. Lingkungan
yang stabil secara fisik merupakan sebuah lingkungan yang terdiri atas banyak
spesies dari yang umum hingga yang jarang dijumpai, yang dapat melakukan
penyesuaian (secara evolusi) kepada tingkat optimum daripada keadaan
lingkungannya. Lingkungan yang tidak stabil, hanya baik dihuni oleh spesies
yang relatif sedikit jumlahnya dan umumnya kepadatannya pun kurang lebih
serupa.
Contoh
: ekosistem padang pasir hanya dihuni oleh beberapa spesies yang memilki
kemampuan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan kering.
Prinsip
ke-8, tiap spesies mempunyai niche (relung) tersendiri, sehingga antar spesies
dapat hidup berdampingan tanpa persaingan, karena masing-masing mempunyai
keperluan dan fungsi yang berbeda-beda di alam. Seandainya ada sekelompok
taksonomi lain yang terdiri atas spesies yang mempunyai cara makan serupa dan
mempunyai toleransi terhadap lingkungan yang bermacam ragam serta luas, maka
alam lingkungan itu hanya akan ditempati oleh spesies yang kecil saja
keanekaragamannya.
Prinsip
ke-9, ada hubungan antara biomasa, aliran energi dan keanekaragaman dalam suatu
sistem biologi. Bila suatu sistem menyimpan sejumlah materi B (untuk biomasa)
dan mengandung aliran energi melalui materi itu P (untuk produktivitas yaitu
ukuran aliran energi dalam waktu tertentu), lalu aliran energi itu telah
berasosiasi sebanding dengan aliran materinya, dan materi itu bebas tukar
menukar dengan materi yang tersimpan, maka jumlah waktu rata-rata (t) yang
diperlukan bagi penggunaan materi dalam sisitem itu dapat dinyatakan dengan rumus
: t = K . B/P, dengan K adalah koefisien tetapan. Keanekaragaman atau
kompleksitas suatu sistem (D) sebanding dengan t. Artinya, kecermatan
penggunaan aliran energi dalam sistem biologi akan meningkat dengan
meningkatnya kompleksitas organisasi sistem biologi itu dalam suatu komunitas.
Prinsip
ke-10 ini merupakan kelanjutan dari prinsip 7 dan 9. Kalau D meningkat dalam
perjalanan waktu serta habitat yang stabil dan sebanding dengan B/P, maka B/P
harus meningkat pula dalam habitat yang stabil itu. Prinsip 10 ini sangat
penting, sebab berarti sistem biologi itu menjalani evolusi yang mengarah
kepada peningkatan kecermatan penggunaan energi dalam lingkungan fisik yang
stabil, yang memungkinkan berkembangnya keanekaragaman. Dengan kata lain, jika
kemungkinan P maksimum itu sudah ditetapkan oleh energi matahari yang masuk ke
dalam ekosistem, sedangkan D dan B masih dapat meningkat dalam perjalanan
waktu, maka kuantum (jumlah) energi yang tersedia dalam sistem biologi itu
dapat digunakan untuk menyokong biomasa yang lebih besar melalui kompleksitas
organisasinya.
Prinsip
ke-11 ini berarti bahwa ekosistem, populasi, atau tingkat makanan yang sudah
dewasa memindahkan energi biomasa dan keanekaragaman tingkat organisasi di
dekatnya yang belum dewasa. Energi, materi dan keanekaragaman mengalir melalui
suatu gradasi yang menuju ke arah organisme yang kompleks, atau dari sub sistem
yang tinggi keanekaragamannya. Prinsip 11 merupakan kelanjutan dari prinsip 5
dan 9 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa satu cara untuk menigkatkan
kecermatan penggunaan energi, ialah dengan mengeksploitasi sistem lain yang
menghabiskan energinya untuk mengumpulkan materi dan energi yang dibutuhkan.
Prinsip
yang ke-12 ini merupakan kelanjutan dari prinsip 6 dan 7. Jika pemilihan
(seleksi) berlaku, tetapi keanekaragaman terus-menerus meningkat dalam
perjalanan waktu di lingkungan yang sudah stabil, maka dapat diharapkan akan
adanya perbaikan yang terus menerus dalam sifat adaptasi terhadap lingkungan.
Dalam sebuah ekosistem yang sudah mantap dalam habitat (lingkungan) yang sudah
stabil, keperluan untuk memiliki sifat responsif terhadap fluktuasi faktor alam
yang tak diduga-duga ternyata tak diperlukan. Yang berkembang justru adaptasi
peka dari perilaku dan biokimiawi lingkungan sosial dan biologi dalam habitat
itu.
Prinsip
yang ke-13, dalam komunitas yang mantap, jumlah jalur energi yang masuk melalui
ekosistem meningkat, dan bila sesuatu yang buruk berlaku pada satu jalur, maka
kemungkinan jalur lain mengambil alih adalah lebih besar (prinsip 7). Jika
kestabilan lingkungan fisik itu merupakan syarat bagi penimbunan kompleksitas
organisasi dan keanekaragaman biologi, maka kestabilan faktor fisik akan
mendukung kestabilan populasi dalam ekosistem yang mantap (prinsip 7). Adaptasi
yang peka dan kompleks serta sistem kontrol akan berevolusi sebagai tangggapan
terhadap lingkungan biologi dan sosial daripada komunitas yang stabil (prinsip
12). Kecermatan energi berarti pemborosan minimum, serta amplitude yang luas
daripada populasi dilakukan dengan peningkatan pembalikan keturunan yang
merupakan ukuran dari pemborosan dan amplitude yang luas daripada naik turun
populasi merupakan karakteristik ekosistem yang belum mantap.
Prinsip
ke-14, populasi yang berbeda-beda memang mempunyai pola keteraturan naik-turun
populasi yang berlainan. Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip 13. Tidak
ada keanekaragaman yang tinggi pada rantai makanan dalam ekosistem yang belum
mantap, menimbulkan derajat ketidakstabilan populasi yang tinggi. Jika sifat
ktidakstabilan itu sedemikian rupa sehingga sejumlah kecil spesies berinteraksi
satu dengan yang lainnya dalam satu cara tertentu sampai terjadi perpanjangan
waktu, maka fluktuasi populasi yang sangat tinggi mungkin saja berlaku.
C. Etika Lingkungan
Etika
diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang biasanya di wariskan dari satu
generasi ke generasi lain. Etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan
tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik. Isi dari etika itu sendiri
bisa merupakan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia.
Kaidah,
norma dan aturan tersebut sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga, dan
melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan penting. Dengan
demikian etika berisi prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangan dalam
menuntun perilaku.
Secara
luas, etika dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak sebagai orang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi, dan arah
bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia. Etika lingkungan merupakan
kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Mengacu pada
pemahaman tersebut maka etika lingkungan hidup pada hakekatnya membicarakan
mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam, serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku
manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.
Etika
lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam dan juga
relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan antara manusia dengan makhluk
hidup yang lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya
kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak terhadap
alam.
Ada
beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan kekhususannya dalam
pendekatannya terhadap alam dan lingkungan. Etika Lingkungan disebut juga Etika
Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan menjadi dua yaitu etika ekologi
dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan
lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah
etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan
manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Yang dimaksud Etika
ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya
memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang,
sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini
memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan
karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk
hidup dan hak untuk berkembang. Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana
untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal
ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu
pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli
lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Pentingnya
kelestarian lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga masa yang akan datang,
menunjukkan bahwa perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus
dilakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet antar generasi yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut tentang lingkungan
dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Beberapa
prinsip yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan,
sebagai berikut:
a) Manusia merupakan
bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu menyayangi semua
kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri,
b) Manusia sebagai
bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga terhadap pelestarian
, keseimbangan dan keindahan alam,
c) Kebijaksanaan
penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energi,
d) Lingkungan disediakan bukan
untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain
Beberapa upaya untuk menjaga keseimbangan
lingkungan hidup, antara lain:
1. Menjaga dan memelihara
makhluk hidup
2. Penanaman pohon dan
penghijauan
3. Menghidupkan lahan yang mati
Kematian
sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami,
tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya
pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan
pemukiman sebagai tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Pendidikan Penabur-No.01/Th.I/Maret 2002
Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002
Prinsip-prinsip ekologi di http://Kleepon’s Kuliah
http://rajaalmasthuriyah-cestlavie.blogspot.com/2009/11/hadits-yg-berhubungan-dngn-melestarikan.html